Live chat by BoldChat
WA/Call ke: 0811.966.919
Berita & Artikel

Mediasi Pada Pidana Hak Cipta, Menguntungkan Atau Merugikan Korban?

09 - June - 2021

Oleh: Ichwan Anggawirya

Hak cipta merupakan hak kekayaan yang bersifat immateriil dan merupakan hak kebendaan. Salah satu sifat atau asas yang melekat pada hak kebendaan adalah asas droit de suite, asas hak mengikuti bendanya. Hak untuk menuntut akan mengikuti benda tersebut secara terus-menerus di tangan siapapun benda itu berada.

Perlindungan hak cipta sebagai hak kebendaan immateriil maka akan teringat kepada hak milik. Hak milik ini menjamin kepada pemilik untuk menikmati dengan bebas dan boleh pula melakukan tindakan hukum dengan bebas terhadap miliknya itu. Objek hak milik itu dapat berupa hak cipta sebagai hak kekayaan immateril. Terhadap hak cipta, si pencipta atau si pemegang hak dapat mengalihkan untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta itu kepada orang lain, dengan jalan pewarisan, hibah atau wasiat atau dengan cara lain.

Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat dimiliki, dapat menjadi objek pemilikan atau hak milik dan oleh karenanya terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat pemilikan, baik mengenai cara penggunaannya maupun cara pengalihan haknya. Dapat pula dipahami, bahwa perlindungan yang diberikan oleh undang-undang terhadap hak cipta adalah untuk menstimulir atau merangsang aktivitas para pencipta agar terus mencipta dan lebih kreatif.

Lahirnya ciptaan baru atau ciptaan yang sudah ada sebelumnya harus didukung dan dilindungi oleh hukum. Wujud perlindungan itu dikukuhkan dalam undang-undang dengan menempatkan sanksi baik perdata maupun pidana terhadap orang yang melanggar hak cipta dengan cara melawan hukum. Salah satu bentuk penyelesaian sengketa hak cipta adalah melalui mediasi.

Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Undang-Undang Hak Cipta) mengatur bahwa selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana. Berdasarkan ketentuan tersebut, hal yang menarik adalah adanya penyelesaian sengketa melalui mediasi, meskipun  pelanggaran hak cipta tersebut dapat dilakukan penuntutan secara pidana.

Hal menarik terkait dengan mediasi pada pemidanan tersebut adalah apakah menguntungkan atau merugikan bagi korban? yang seharusnya mediasi tersebut umum dilakukan terhadap penyelesaian sengketa secara perdata.  Lalu seberapa efektifkah mediasi dalam penyelesaian pelanggaran pidana hak cipta?

Manusia pada dasarnya mempunyai pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya, ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme, dan seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan; umpamanya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman titik tolaknya adalah kebebasan.

Dalam kehidupan tentunya manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan dalam wujud yang serasi. Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut memerlukan penjabaran secara lebih konkret di dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang mungkin berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, sedangkan di dalam bidang hukum perdata ada kaidah-kaidah yang berisikan kebolehan-kebolehan.

Diketahui bahwa dalam penyelesaian sengketa hak cipta telah diatur dalam BAB XIV Undang-Undang Hak Cipta terkait dengan perdata, dan juga BAB XVII Undang-Undang Hak Cipta terkait dengan pidana. Dalam dugaan pelanggaran hak cipta, wajib dilakukan mediasi terlebih dahulu sebelum dilakukannya penegakan hukum secara pidana. Hal tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana.

Mediasi umumnya merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam ranah perdata. Pertanyaannya adalah, apakah dimungkinkan mediasi dilakukan pada ranah pidana, khususnya pada kasus hak cipta? Menurut Penulis, mediasi dapat dimungkinkan dalam penyelesaian kasus hak cipta, meskipun kasus tersebut masuk pada ranah pidana, selama kasusnya bukan lah hal dalam bidang pembajakan. Mediasi tersebut dinamakan dengan mediasi penal.

Menurut Umi Rozah mediasi penal adalah proses yang mempertemukan korban dan pelaku tindak pidana yang telah dikehendaki oleh para pihak untuk berpatisipasi dalam menyelesaikan masalah melalui bantuan mediator. Mediasi penal merupakan perwujudan dari keadilan resotratif (restorative justice) yang menekankan pada pemenuhan keadilan bagi korban dan pelaku tindak pidana dan menempatkan posisinya menjadi pihak penting untuk dipulihkan.

Mediasi penal dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang merupakan delik aduan, sehingga membutuhkan laporan dari pihak korban. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 120 Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur bahwa bahwa tindak pidana mengenai Hak Cipta merupakan delik aduan. Artinya adalah bahwa aparat penegak hukum tidak akan bertindak jika tidak ada delik aduan dari pihak yang merasa dirugikan. Walaupun aparat penegak hukum mengetahui adanya pelanggaran hukum tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan mediasi yang dimaksud dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta adalah mediasi penal.

Menurut Penulis, ketentuan diaturnya untuk melaksanakan medasi penal sebelum menempuh jalur pidana adalah suatu kemajuan dalam upaya memberikan perlindungan hukum kepada pencipta atau pemegang hak cipta. Hal tersebut dikarenakan tujuan utama dari perlindungan hukum terhadap pencipta atau pemegang hak cipta adalah perlindungan atas hak ekonominya. Oleh karena itu, mediasi penal dalam penyelesaian kasus di Hak Cipta sebagai dasar penyelesaian tindak pidana merupakan penyelesaian yang bertujuan agar pencipta atau pemegang hak cipta mendapatkan ganti rugi dibandingkan harus memenjarakan pelaku.

Kepentingan pencipta suatu karya seni merupakan kepentingan yang wajib dilindungi oleh negara. Hal tersebut dikarenakan proses penciptaan suatu karya membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran yang sangat banyak. Dengan melihat pengorbanan dan usaha dari pencipta karya tersebut, maka selayaknya negara hadir dalam melindungi kepentingan individu dari seorang pencipta suatu karya seni. Penulis berpendapat, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika peraturan perundang-undangan telah mengatur hal positif dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta atau pemegang hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta, maka menyebabkan efektifitas hukum tercapai.

Bahwa efektifitas mediasi penal dalam penyelesaian pelanggaran pidana hak cipta adalah dalam upaya negara memberikan perlindungan atas hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta. Oleh karena itu, mediasi penal dalam penyelesaian kasus di Hak Cipta sebagai dasar penyelesaian tindak pidana merupakan penyelesaian yang bertujuan agar pencipta atau pemegang hak cipta mendapatkan ganti rugi dibandingkan harus memenjarakan pelaku.

Saran penulis kepada pemerintah, perlu adanya sosialiasi kepada masyarakat, khususnya kepada aparat penegak hukum seperti kepolisian untuk dapat mengutamakan terlebih dahulu melakukan mediasi penal dibandingkan memproses hukum pelaku kejahatan hak cipta. Hal tersebut perlu dilakukan agar terciptanya win-win solution bagi pihak korban dan juga pelaku, sehingga tidak perlu adanya kerugian yang lebih besar dari pihak korban dan pelaku.

*Ichwan Anggawirya, S.Sn., S.H., M.H.

Pendiri IndoTrademark.com dan Pakar HKI
Alumni Desain Komunikasi Visual IKJ
Alumni Magister Ilmu Hukum UBK
Kandidat Doktor Ilmu Hukum UNS

 

dibaca: 5355 kali
tags: hak cipta
 

Berita & Artikel Terkait

Sengketa Film Soekarno, Polri Kumpulkan Bukti Pelanggaran Hak Cipta

Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menerima laporan dari Rachmawati Soekarnoputri  terkait dengan sengketa film berjudul Soekarno. Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan sejauh ini pihaknya masih mengumpulkan bukti atas tuduhan tersebut. "Suratnya sudah kita terima, dan sudah saya distribusikan suratnya ke Kabareskrim untuk ditindaklanjuti," ujar Sutarman di Mabes...

80 Tahun Sengketa Hak Cipta Lagu "Happy Birthday to You" Berakhir

Los Angeles - Lagu “Happy Birthday to You” mungkin sudah biasa didengar dalam pesta-pesta ulang tahun. Namun, ternyata, di balik itu, terdapat kesangkutmarutan siapa yang berhak memegang hak cipta. Pencipta melodi Mildred Hill bersaudara kah? Yang pertama kali membuat melodi lagu tersebut dengan judul awal 'Good Morning to All' untuk anak-anak TK pada tahun 1889, atau yang...

Undang-Undang Hak Cipta, "Kitab Suci" Yang Belum Sempurna

Oleh: Ichwan Anggawirya Secara garis besar karya seni dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu karya seni terapan (applied art) dan karya seni murni (fine art) yang keduanya masuk dalam perlindungan Hak Cipta. Seni Terapan adalah karya seni fungsional yang selain memiliki nilai estetika, juga memiliki nilai praktis untuk dapat digunakan untuk tujuan tertentu. UU Hak Cipta dalam...

Berita & Artikel Lainnya

1 2 3 4 5 6 »
 

Tawar Menawar Dalam Pidana Merek

Oleh: Ichwan Anggawirya   Hal yang menjadi ironi di Indonesia dalam perkara pidana pelanggaran merek adalah masih terjadi adanya putusan pidana di bawah satu tahun, meskipun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan kewenangan pada hakim pengadilan untuk menjatuhkan sanksi pidana maksimal selama 5 tahun, atau bahkan 10 tahun jika...

Pancasila, Ibarat Mantra Tanpa Keris

Oleh: Ichwan Anggawirya   Pancasila yang merupakan ideologi negara, selain sebagai dasar negara juga memegang peranan penting dalam membentuk karakter atau jiwa bangsa, atau yang istilahnya disebut Volkgeist. Tapi sering kita mendengar bahwa penerapan Pancasila gagal diterapkan, terbukti dengan masih banyaknya korupsi, kesenjangan sosial, pelanggaran hak asasi, kebebasan...

Konsep Merek Rasional VS Emosional, Mana Lebih Unggul?

Efektivitas keberhasilan suatu merek boleh dikatakan sebagian besar karena faktor komunikasi karena merek itu sendiri adalah merupakan alat komunikasi bagi produsen kepada konsumen. Ketika kita mulai mengcreate sebuah merek maka harus menentukan strategi komunikasi yang efektif atau tepat sasaran. Banyak sekali teori maupun teknik komunikasi dalam melakukan kegiatan membangun merek yang...

Membangun Dan Mengelola Merek Yang Sukses Dengan Metode HYPNOBRAND

Membangun merek yang unggul akan melalui proses yang panjang dan sangat kompleks, karena tidak hanya bicara tentang produk, tapi juga melibatkan penelitian terhadap target pasar, pesaing, bahkan aspek legal sebagai perangkat perlindungan. Audit merek yang komprehensif dimulai dengan pemahaman yang jelas tentang bisnis dan tujuan strategis merek, kemudian mengidentifikasi semua aspek...

Strategy Membuat Dan Mendaftarkan Merek (1)

Oleh: Ichwan Anggawirya, S.Sn., S.H., M.H.   Merek adalah identitas dagang baik untuk produk barang maupun jasa yang memiliki hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar. Hak eksklusif inilah yang akan menimbulkan nilai dari suatu merek karena hak eksklusif memiliki kewenangan untuk melarang pihak lain yang menggunakan merek tanpa seizin pemiliknya, sehingga pemilik dapat...

Pertarungan Dua Mawar Akhirnya Dimenangkan Oleh Wardah

Wardah sebagai pencetus dan penemu pertama formulasi cairan pengharum cucian merek Mawar Super Loundry kini dapat bernafas lega, gugatan pembatalan merek yang telah dimenangkan di tingkat Pengadilan Niaga kini telah inkrah dengan adanya keputusan Mahkamah Agung Nomor 161 K/Pdt.Sus-HKI/2019 yang dalam keputusannya menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi atau yang sebelumnya sebagai pihak...

Ichwan Anggawirya: Audisi Beasiswa Bulutangkis PB Djarum Tidak Mengeksploitasi Anak

Audisi pencarian bakat Bulutangkis yang dilakukan oleh Persatuan Bulutangkis (PB) Djarum sempat menjadi polemik karena adanya komentar yang menyatakan PB Djarum mengeksploitasi anak dengan UU No 35 Tahun 2014.   Praktisi dan pakar HAKI Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno, Ichwan Anggawirya di forum grup diskusi senin dikampus Magister Ilmu Hukum Universitas Bung Karno,...

Sengketa Merek Mawar Super Laundry

Siti Wardah, pengusaha cairan pembersih untuk laundry pakaian mengajukan gugatan pembatalan merek 'MAWAR SUPER LAUNDRY'. Gugatan itu didaftarkan di Pengadilan Niaga Jakarta. "Klien saya ajukan gugatan pembatalan karena pendaftaran merek dilakukan dengan itikad tidak baik dan tidak jujur," kata kuasa hukum penggugat, Ichwan Anggawirya kepada Gatra.com di Jakarta, Sabtu,...

Sengketa Merek, Perusahaan Kereta Dorong Bayi Jerman Gugat Cybex Lokal

Produsen kereta dorong bayi asal Jerman, Cybex gmbH kaget pendaftaran merek di Indonesia tidak disetujui Kementerian Hukum dan HAM karena sudah ada stroller dengan merek yang mirip dengan merek Cybex. Atas hal itu, langkah hukum pun diambil.   Kasus bermula saat Cybex gmbH mengajukan permohonan pendaftaran merek ke Direktorat Merek Kemenkum HAM pada 19 Juni 2015. Selain di...

Sengketa Merek, Mobil BMW Kalah Lawan Baju BMW dari Penjaringan

Mahkamah Agung (MA) tidak menerima Peninjauan Kembali (PK) perusahaan mobil asal Jerman, BMW. Alhasil, Henrywo Yuwijono kini bernapas lega memproduksi merek baju BMW alias Body Man Wear.   Kasus bermula saat perusahaan Beyerische Motoreen Werke (BMW) Aktiengesellschafft menggugat warga Muara Karang, Penjaringan, Jakarta Utara, Henrywo. Perusahaan yang bermarkas di Munich, Jerman...

Customer Support

24/7 Hours

Office Hours

Testimoni[Kirim]

Pesan: *(Harus diisi) Nama: *(Harus diisi) Website:
http://

Berita & Artikel

Undang-Undang Hak Cipta, "Kitab Suci" Yang Belum Sempurna

Oleh: Ichwan Anggawirya Secara garis besar karya seni dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu karya seni terapan (applied art) dan karya seni murni (fine art) yang keduanya masuk dalam...

Official PayPal Seal
</r> : web developed by ridwank.com